Radar Argopuro com

867 Meninggal 521 Jiwa Hilang, Akibat Bencana Ulah Manusia Rakus dan Kebijakan Pro Kapitalis

Foto Ferry Is Mirza. 

No Allah No Happy

Catatan Akhir Pekan

Sabtu 6 Desember 25

ditulis oleh Ferry Is Mirza (FIM) ba'daduhur referensi buletinkaffahjawaposbmkgwalhisumut

Hingga Sabtu akhir pekan hari ini, entah kenapa Pemerintah Presiden Prabowo belum memutuskan Bencana Nasional  yang terjadi di Aceh, Sumut dan Sumbar.

Padahal bencana ini konon lebih dahsyat dibanding Tsunami. Banjir besar melanda tiga provinsi di pulau tersebut: Aceh, Sumatera Barat (Sumbar) dan Sumatera Utara (Sumut) merenggut korban meninggal tercatat 867 jiwa di Aceh, Sumut dan Sumbar. Sedang 521 korban lainnya masih dalam pencarian. (Jawa Pos 6/12)

Banjir juga menenggelamkan sejumlah desa serta menghancurkan kawasan pemukiman dan berbagai infrastruktur di tiga provinsi tersebut.

Banjir bandang ini juga melanda sejumlah negeri lain di Asia Tenggara; Thailand, Malaysia, Vietnam, Sri Lanka dan Myanmar. Akan tetapi, sejauh ini Indonesia merupakan negara dengan korban jiwa terbanyak.

Iklim Ekstrem dan Perusakan Alam

Banjir besar ini memang disebabkan oleh hujan ekstrem. Pemicunya adalah siklon tropis Senyar dan Koto yang terjadi di Selat Malaka. Akibatnya, sejumlah kawasan terdampak curah hujan yang sangat tinggi. Menurut BMKG, siklon ini berlangsung pada tanggal 26 November selama 48 jam. BMKG menyebut kemunculan dua siklon tersebut sebagai kejadian “pertama dalam sejarah”. Ia tumbuh di Selat Malaka. Wilayah ini sebelumnya diyakini mustahil menjadi lokasi pembentukan siklon karena terlalu dekat garis ekuator.

Akan tetapi, curah hujan ekstrem ini berubah menjadi bencana banjir. Pasalnya, di kawasan tersebut jutaan area hutan—sebagai  penahan curah hujan—sudah hilang. Banyak pihak menduga deforestasi alias pembabatan/pembalakan hutan yang masif menjadi penyebab utama bencana di tiga provinsi tersebut. 

Berdasarkan data WALHI, selama periode 2016-2025, deforestasi di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat mencapai 1,4 juta hektar. Selain itu, banyak izin usaha diberikan oleh Pemerintah untuk kegiatan pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Pegunungan Bukit Barisan. Di antaranya sektor pertambangan, perkebunan sawit dan proyek energi. WALHI mencatat ada lebih dari 600 perusahaan di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang kegiatan eksploitasi SDA-nya memperparah kerapuhan infrastruktur ekologis.

Penebangan liar atau illegal loging di hutan- hutan Sumatera secara besar-besaran juga dicurigai menjadi penyebab deforestasi. Hanyutnya ribuan batang pohon yang terbawa banjir menjadi bukti kuat aksi pembalakan liar berjalan di kawasan Sumatera. 

Mitigasi Bencana

Indonesia adalah negara yang memiliki curah hujan tinggi dan terletak di cincin bencana (ring of fire). Di sini ada rangkaian gunung berapi sepanjang 40.000 km dan situs aktif seismik yang membentang di Samudra Pasifik. Artinya, negeri ini mestinya sudah memiliki kemampuan mitigasi yang memadai. Tentu demi melindungi rakyatnya. Termasuk membekali penduduk dengan kemampuan untuk menghadapi bencana.

Sayangnya, musibah banjir yang menimpa Sumatera memperlihatkan ketidaksiapan negara dalam mitigasi bencana. Padahal delapan hari sebelum bencana, BMKG sudah melaporkan bahwa akan terjadi hujan ekstrem dengan curah tinggi.

Saat bencana terjadi, tampak negara tidak berdaya melakukan mitigasi. Bahkan sampai hari ini kejadian bencana di tiga provinsi itu tidak dinyatakan sebagai bencana nasional. Apalagi pada awal kejadian bencana, pihak BNPB menyatakan tragedi banjir itu hanya mencekam di medsos. 

Sampai tulisan ini dibuat masih banyak daerah terisolir. Masih banyak mayat terkubur lumpur, longsoran, bangunan dan gelondongan kayu. Karena kelaparan, sebagian warga terpaksa menjarah toko. 

Tim Basarnas mengungkapkan bahwa tim SAR gabungan yang telah bertugas selama tujuh hari nonstop dalam operasi tanggap darurat mulai mengalami kondisi kelelahan ekstrem.

Sabar dan Muhâsabah

Sebagai kaum Muslim, hati dan pikiran kita harus mengikuti tuntunan Islam dalam menyikapi musibah. Kita wajib meyakini bahwa semua musibah merupakan ketetapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Demikian sebagaimana firmanNya

"Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah Allah tetapkan bagi kami. Dialah Pelindung kami. Karena itu hanya kepada Allah hendaknya kaum Mukmin bertawakal.” 

(QS. at-Taubah : 51)

Allah Wa Ta'ala  memerintahkan setiap Muslim untuk bersabar dalam menghadapi setiap musibah dan memasrahkan semuanya kepadaNya. 

Demikian sebagaimana firmanNya

"(Mereka itu) adalah orang-orang yang, jika ditimpa musibah, mengucapkan, “Innâ lilLâhi wa innâ ilayhi râji‘ûn (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada Dia kami akan kembali).” Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya. Mereka itu pula yang mendapat petunjuk." 

(QS. al-Baqarah : 156-157)

Tidak hanya bersabar, Islam juga meminta umatnya untuk senantiasa melakukan muhâsabah kala ditimpa musibah. Sebabnya, ada musibah yang datang sebagai akibat dari tindakan mungkar manusia. 

Allah berfirman:

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh ulah manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" 

(QS. ar-Rum : 41)

Bencana banjir yang melanda Sumatera datang sebagai akibat dari kebijakan yang merusak lingkungan, yakni deforestasi secara besar-besaran. Data GFW (Global Forest Watch) mengungkap sebanyak 10,5 juta hektare hutan di Indonesia hilang sepanjang 2002-2023. Padahal hutan primer tropis merupakan ekosistem paling kaya, stabil dan bermanfaat untuk menahan curah hujan. Akan tetapi, kini area seluas itu paling terdampak akibat praktik ekspansi lahan serta tekanan aktivitas manusia.

Hancurnya hutan di tanah air disebabkan oleh kebijakan negara yang menyimpang. Negara mengobral banyak kawasan tersebut kepada swasta baik untuk pertambangan, penebangan dan pembukaan lahan perkebunan sawit. Dalam kasus banjir di Sumatera Utara, WALHI Sumatera Utara menyebut tujuh perusahaan berkontribusi pada bencana ekologis yang melanda kawasan Tapanuli, termasuk banjir dan longsor.

Negara juga lemah dalam mengawasi kegiatan penambangan ilegal dan pembalakan liar. KPK menemukan tambang ilegal dan penebangan liar itu bukan saja dilakukan oleh swasta, tetapi juga dimiliki atau dibekingi oleh oknum aparat ataupun pejabat. KPK juga menemukan hubungan tambang ilegal dengan aliran dana Pemilu.

Maka dari itu, bencana yang hari ini menimpa penduduk Sumatera bukan semata karena fenomena alam, tetapi merupakan buah kebijakan kapitalistik yang keji. Keputusan yang diambil hanya semata-mata demi keuntungan sembari mengabaikan dampak kerusakan alam dan bencana yang menimpa masyarakat. Inilah kemungkaran besar yang menciptakan kezaliman kepada rakyat.

*In syaa Allah bermanfaat, silakan dishare untuk meraih pahala amal jariyah* fimdalimunthe55@gmail.com

Lebih baru Lebih lama
Radar Argopuro com