Radar Argopuro com

Keteguhan Iman di Atas Lumpur

Foto Ferry Is Mirza. 

No Allah No Happy

Catatan Akhir Pekan

13 Desember 2025

Oleh Ferry Is Mirza. 

Sabtu pagi ini, seusai subuhan di masjid Baiturrahman Raya Jati dan ngopi di Warkop BNN Sidoarjo, sesampai di rumah WA saya menampilkan sebuah video yang terlalu sulit untuk saya abaikan begitu saja. Video tersebut dikirim oleh Dr W Qodratulloh S SPd MAg dari Jabar yag memperlihatkan kondisi masyarakat di Aceh, Sumut, dan Sumbar yang terdampak banjir bandang. 

Bangunan rumah- rumah luluh lantak, jalanan berubah menjadi aliran lumpur, dan sisa-sisa kehidupan tampak berserakan. Terasa sesak di dada, namun pikiran saya mengatakan bahwa video tersebut harus menjadi bahan renungan mengenai relasi manusia dengan Tuhan dalam situasi ekstrem.

Bagian yang paling menyentuh dari tayangan tersebut adalah keberadaan individu-individu yang tetap melaksanakan shalat di tengah puing dan lumpur. Ada ibu-ibu dengan mukena yang telah ternoda tanah, tetap berdiri dan bersujud tanpa ragu. Ada pula beberapa laki-laki yang tetap menunaikan shalat di bawah guyuran hujan yang belum mereda. Pemandangan ini rasanya indah dan menghadirkan kesan mendalam tentang keteguhan spiritual iman yang tidak terhapus oleh bencana fisik.

Dari perspektif kajian keagamaan, fenomena ini menunjukan bahwa praktik ibadah sejatinya merupakan ekspresi kebergantungan eksistensial kepada Allah. Ia bukan hanya praktik ritual, sehingga ketika ruang hidup mengalami kehancuran, yang justru tampil ialah inti dari iman itu sendiri: keikhlasan, ketundukan, dan kesadaran bahwa kehidupan dunia bersifat sementara.

Mereka yang terekam dalam video tersebut tampak sedang melakukan dialog hening dengan Sang Pencipta, seakan menyampaikan bahwa keterbatasan material tidak akan menghalangi penghambaan mereka.

Selain itu, video tersebut juga mengingatkan bahwa bencana jangan hanya dibaca sebagai musibah alam. Bagi sebagian masyarakat, terutama dalam tradisi keislaman, bencana adalah seruan untuk memperbaiki orientasi hidup. Ketika tanah yang diinjak tiba-tiba kehilangan stabilitas, manusia seakan diberi ruang untuk meninjau ulang apa yang selama ini dianggap kokoh.

Dalam sujud mereka, tersirat pengakuan mendalam bahwa akhirat merupakan tujuan utama, dan dunia yang fana ini adalah tempat singgah yang memerlukan ketinggian moral.

Refleksi ini sebagai renungan fundamental. Pertama, keteladanan dari masyarakat terdampak sejatinya menjadi pelajaran tentang integritas spiritual. Pada musibah yang terjadi, kita harus benar- benar menangkap nilai bahwa dakwah tidak boleh berhenti pada penyampaian pesan. Ia harus mampu membangun keteguhan hati. Kedua, video ini mendorong kita untuk menguatkan empati sosial melalui aksi nyata. Spiritualitas harus bertransformasi menjadi kesediaan membantu sesama yang sedang berada pada titik terendah dalam hidupnya.

Dari video tersebut kita mendapatkan pesan yang jauh lebih luas daripada gambaran bencana. Di tengah kerusakan material, tampak kilau iman yang justru semakin kuat. Sujud mereka seolah membisikkan bahwa hubungan dengan Tuhan tidak dapat diputus oleh genangan lumpur, deras hujan, ataupun hancurnya rumah.

Di balik musibah itu, mereka menghadirkan pengingat bagi kita semua: bahwa ada hal yang lebih bernilai daripada kenyamanan duniawi, yaitu kesadaran untuk kembali kepada Allah dengan hati yang bersih dan teguh.

Semoga catatan singkat ini menggerakkan kepekaan kita, memperkuat komitmen dakwah, dan meneguhkan rasa solidaritas kepada saudara- saudara kita yang sedang diuji. In syaa Allah, Allah Wa Ta'ala melindungi mereka dan menguatkan kita semua.

_nasrun minallah wa fathun qarieb_

*In syaa Allah bermanfaat, silakan dishare untuk meraih pahala amal jariyah* fimdalimunthe55@gmail.com

Lebih baru Lebih lama
Radar Argopuro com